Sejarah
Naga Raja dan Naga Bumi (Bag-16)
Panji bendera milik baginda Rosululloh, yang selalu terselio dalam jubahnya, mulai memancarkan cahaya kemilau dan lama kelamaan cahaya itu mulai membesar hingga tembus sampai keluar badan Naga Raja. Seiring keluarnya cahaya tadi, naga Raja, mendadak menjerit kesakitan. Badannya kelojotan kesana kemari dan tiba tiba ia memekik sangat keras hingga tubuh syeikh Sanusi, yang sudah tertelan dalam perutnya mulai dimuntahkan keluar.
Kaget bercampur geram, naga Raja, seolah tidak percaya dengan mangsanya yang ternyata belum mati, secepat kilat tubuh Syeikh Sanusi, yang masih dalam keadaan lemas, dimakanya kembali. Namun lagi lagi badan naga Raja, selalu kesakitan sewaktu tubuh manusia ini sudah tertelan bulat bulat di dalam perutnya.
Kisah termakannya tubuh Syeikh Sanusi, terus berulang kali hingga 7x banyaknya dan akhirnya naga Raja mulai ketakutan sendiri dengan sosok manusia yang kini berada dalam goanya.
"Siapa kamu sebenarnya wahai manasia! Apakah kamu seorang Dewa hingga tubuhmu tidak bisa dimakan olehku". Naga Raja mulai gemetaran.
Syeikh Sanusi hanya tersenyum kecut mendengar pertanyaan naga Raja barusan, beliau kini mulai berdiri dan menatap bergantian kepada dua naga kakak beradik. Melihat tatapan Syeikh Sanusi, yang seolah mengandung kesaktian luar biasa, membuat kedua naga kakak beradik ini bersurut mundur.
"Wahai makhluk Allah. Aku bukan Dewa, aku Sanusi, cicit dari orang paling mulia dimuka bumi ini Muhammad Saw"
Mendengar nama Muhammad, disebut! naga Raja dan naga Bumi, mendadak menggigil ketakutan.
"Apa.....kah....Muhammad,,,,,,,,, yang kau sebutkan tadi adalah titisan Sanghyang Dewata Agung, pencipta langit dan bumi?"
"Betul? Beliau orang paling mulia yang menjadi utusan terakhirNya" Jelas Syeikh Sanusi.
Mendengar jawaban tegas dari syeikh Sanusi, . Tubuh Naga Raja dan naga Bumi, langsung lunglai tanpa bisa berdiri kembali. Wajahnya yang sebelumnya sangar dan sangat menakutkan, kini berubah layu. Keduanya mulai bersimpuh dan memohon ampun! atas apa yang di perbuatnya kepada syeikh Sanusi.
Bersambung
by. H. Idris al yatimi