Bulan Syafar identik berbagi kueh Apem
Penulis : H. Idris Al Yatimi
Hampir disetiap daerah, khususnya pulau Jawa, bila sudah memasuki bulan Syafar, mereka akan melalukan satu ritual khusus berbagi kueh Apem kepada tetangga dan masyarakat sekitar. Namun seiring perkembangan zaman, adat semacam ini mulai memudar dan hanya sebagian kecil yang masih menjalankannya, itupun bisa dihitung dengan jemari tangan (hanya bagi orang yang mampu). Padahal di era Walisongo, Adat semacam ini kerap dijalankan oleh seluruh masyarakat bawah, menengah dan kalangan atas.
Mungkin di zaman canggih semacam ini, adat adat semacam ini dianggap tabu, bahkan seiring datangnya gerombolan SIBERAT, yang mengatas namakan agama, tapi faktanya mereka tidak paham hukum, mulai menghilangkan norma dan adat leluhur. Padahal bila kita mau berfikir secara luas tentang semua filosofi yang diajarkan Walisongo, apapun itu bentuknya! Pasti membawa manfaat bagi kita dan ummat banyak.
Kisah berbagi kueh Apem dibulan Syafar, bagi masyarakat Cirebon dan sekitarnya, mempunyai filosofi agung:
"Bisa berbagi dengan fakir miskin serta membuka ketulusan hati untuk selalu mengingat makna syukur kepada Allah"
Lalu kenapa berbagi kueh Apem hanya dilakukan dibulan Syafar? Semua ini bertujuan untuk mengikat sejarah, jangan sampai, kisah agung yang dulu pernah terjadi, hilang begitu saja tanpa manfaat.
Dulu pulau Jawa pernah mengalami kemarau panjang, sumber msta air yang menjadi penopang hidup sulit di dapatkan. Padi dan tanaman lain kering dan mati hingga seluruh kependudukan pulau Jawa, mengalami goncangan hidup yang cukup lama, kelaparan dan kematian massal kerap terjadi dimana mana.
Pada waktu itu harta sama sekali tidak berharga, mereka tidak mampu membeli apapun yang di inginkannya, sebab saat itu, sisa makanan dan minuman yang dimilikinya hanya cukup untuk bertahan hidupnya masing masing. Melihat kenyataan miris ini, jangankan para saudagar mau berbagi sodakoh dengan lainnya untuk diri dan keluarga sendiri, mereka harus saling bunuh demi bertahan hidup.
Betapa sedihnya kanjeng Sunan Kalijaga, melihat carut marut negeri Nusantara, semua rakyat kelaparan dan banyak mati menahan rasa dahaga. Siang malam beliau berdoa kepada Allah, agar kemarau panjang ini cepat berganti.
Disaat keadaan kian genting, Sunan Geseng atau Pangeran Gribik, murid dari kanjeng Sunan Kalijaga, datang dari tanah Arab, membawa oleh oleh berupa kueh Afeum atau afuan , yang memiliki arti "Memohon pengampunan" dan kedatangan Sunan Geseng, saat itu sudah memasuki bulan Syafar.
Dihadapan kanjeng Sunan Kalijaga, kueh itu di wushulkan kepada Allah lalu sesudahnya dibagikan kepada rakyata jelata.
Betapa girangnya hati semua rakyat kala itu, disamping mereka baru merasakan makanan paling lezat yang pernah ada, kueh ini juga atas ijin Allah, memberikan rasa kenyang hingga berbulan bulan lamannya.
Betapa girangnya hati semua rakyat kala itu, disamping mereka baru merasakan makanan paling lezat yang pernah ada, kueh ini juga atas ijin Allah, memberikan rasa kenyang hingga berbulan bulan lamannya.
Dengan peristiwa ini semua rakyat akhirnya bisa bertahan hidup dan atas syukur mereka, setiap datangnya bulan syafar, turun temurun, semua rakyat Jawa, saling berlomba membuat kueh Apem, untuk dibagikan kepada tetangga dan masyarakat lain.
Kisah kueh Apem, menjadi satu legenda yang tidak bakal pudar hingga akhir zaman, kecuali bagi mereka yang jauh dari makna SYUKUR.